Konsep smart city menjanjikan kehidupan urban yang lebih efisien dan terhubung. Sensor di jalan, kamera cerdas, hingga aplikasi layanan publik terintegrasi dirancang untuk memudahkan kehidupan masyarakat. Namun, muncul pertanyaan besar: apakah privasi warga masih terlindungi?
Di kota pintar, hampir semua aktivitas warga bisa dipantau. Mulai dari pergerakan kendaraan, konsumsi listrik, hingga data kesehatan bisa tercatat dalam sistem. Tujuannya memang untuk meningkatkan pelayanan, tetapi risikonya adalah pengawasan berlebihan.
Beberapa negara sudah menerapkan smart city dengan sistem pengenalan wajah. Hal ini memicu kritik keras dari aktivis hak asasi manusia yang menilai teknologi tersebut bisa disalahgunakan untuk kontrol politik.
Di sisi lain, banyak warga menikmati manfaatnya. Transportasi publik lebih efisien, keamanan kota meningkat, dan layanan digital menghemat waktu.
Namun, ketika data pribadi dikumpulkan dalam jumlah masif, ancaman kebocoran data menjadi sangat besar. Jika jatuh ke tangan pihak tak bertanggung jawab, konsekuensinya bisa fatal.
Regulasi perlindungan data menjadi krusial. Negara-negara harus menyeimbangkan antara efisiensi smart city dengan hak dasar warga untuk menjaga privasi.
Kesimpulannya, smart city adalah masa depan urban. Tetapi tanpa perlindungan privasi yang kuat, kota pintar bisa berubah menjadi kota pengawasan.